romantisnya rasulullah terhadap istrinya


Judul : romantisnya rasulullah terhadap istrinya
link : romantisnya rasulullah terhadap istrinya


romantisnya rasulullah terhadap istrinya

Pada awalnya, keluarga Rasulullah SAW tidak jauh berbeda dengan yang lain. Beliau menikah dengan Khadijah binti Khuwaylid, seorang saudagar kaya yang saat itu telah menjadi janda. Rasulullah telah bekerja sebagai manager ekspedisi perniagaan Khadijah sebelum beliau mengawininya.

Beliau sangat mencintai dan menyayangi Khadijah sampai akhir hayatnya, dan hanya menikah lagi sepeninggal Khadijah. Ada banyak kisah yang menceritakan betapa cinta dan sayangnya Rasulullah SAW kepada istrinya ini. Perkawinan-perkawinan Rasulullah SAW berikutnya dilatarbelakangi oleh beberapa hal namun tidak ada yang didasarkan pada hawa nafsu belaka. Berikut ini nama-nama “Ummahatul-Mu’minin” menurut kronologi pernikahan mereka dengan Rasulullah SAW:

Nama istri-istri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah sebagai berikut:
Khadijah binti Khuwailid Radhiallahu’anha.
Saudah binti Zam’ah Radhiallahu’anha.
‘Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu’anha.
Hafshah binti Umar Radhiallahu’anha.
Zainab binti Khuzaimah Radhiallahu’anha.
Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah Al Makhzumiyyah Radhiallahu’anha.
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan Radhiallahu’anha.
Juwairiyyah binti Al Harits Radhiallahu’anha, aslinya bernama Barrah, namun diganti oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjadi Juwairiyyah.
Maimunah binti Al Harits Al Hilaliyyah Radhiallahu’anha.
Shafiyyah binti Huyay bin Akhthab Radhiallahu’anha.
Zainab binti Jahsy Radhiallahu’anha.

Muhammad Ibnu Abbas : ” Segala segi dari keindahan perangai telah ada dalam diri Rasulullah saw, sekalipun tentang caranya menempatkan rasa cinta dan memberikannya kepada yang terkasih. Beliau saw telah pun mencontohkan “

Allah Azza Wajalla berfirman :
” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”.
(QS: Al Ahzab [33] : 21)
About these ads

Mencium Kening Istrinya Saat Hendak Bepergian
Di antara sisi romantis Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mencium istrinya sebelum keluar untuk shalat. Dari 'Aisyah Radhiallaahu 'anha, “Bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan shalat tanpa berwudhu dahulu.” (HR Ahmad).

Mengendong Aisyah
Aisyah ra ingat persis ketika Rasulullah saw menggendongnya mesra melihat orang-orang Habsyi bermain-main di pekarangan masjid hingga ia merasa bosan.

Bermain dengan Aisyah
Di hari lainnya, suaminya tercinta itu malah mengajaknya berlomba lari dan mencuri kemenangan atasnya saat badannya bertambah subur.

Bermanja, Ketika Aisyah Marah
Nabi saw biasa memijit-menjepit hidung ‘Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai ‘Aisya, bacalah do’a: “Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni). Siapa yang berani lakuin ni tips. Kalau istrinya lagi marah, coba deh di jepit hidungnya dengan manja dan penuh kasih pasti deh marahnya hilang.

Panggilan Kesayangan
Aisyah ra juga takkan lupa saat Rasulullah saw memanggilnya dengan panggilan kesayangan “Humaira” (yang pipinya kemerah-merahan). Sebuah panggilan yang benar-benar mampu membuat pipi Aisyah bersemu merah jambu. Malu dan salah tingkah. Sementara di dalam rumah, potret romantis Aisyah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lebih menakjubkan. Mereka makan sepiring berdua, tidur satu selimut berdua, bahkan hingga mandi satu bejana ! Bayangkan, adakah yang lebih romantis dari tiga hal tersebut?

Makan Sepiring Berdua
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga suka memakan dan meminum berdua dari piring dan gelas istri-istrinya tanpa merasa risih atau jijik.

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata: “Saya dahulu biasa makan his (sejenis bubur) bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam .“ (HR. Bukhori dalam Adabul Mufrod)

Dari Aisyah Ra, ia berkata: “Aku biasa minum dari gelas yang sama ketika haidh, lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengambil gelas tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat aku meletakkan mulut, lalu beliau minum.” (HR Abdurrozaq dan Said bin Manshur, dan riwayat lain yang senada dari Muslim.)

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum di gelas yang digunakan ‘Aisyah. Beliau juga pernah makan daging yang pernah digigit ‘Aisyah.(HR Muslim No. 300)

Bercanda dengan Menlemuri Wajah dengan Kue
Yang unik lagi misalnya, jika Anda pernah melihat film-film barat, maka ada sebuah kebiasaan aneh saat pesta , yaitu melumuri atau melempar wajah temannya dengan kue-kue yang ada. Kemudian mereka saling membalas. Ternyata, uswah kita tercinta shallallahu alaiahi wa salam pernah melakukannya dengan dua istrinya ; Aisyah ra dan Saudah ra. Mereka berdua asyik bercanda, saling membalas melumuri wajah madunya dengan sebuah makanan sejenis jenang. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tidak hanya tersenyum simpul, bahkan juga ikut menyemangati kedua istrinya . Berani mencoba ?

Menemani Istri
Dari ‘Aisyah, ia mengatakan, beliau (Nabi) adalah orang yang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit. (HR Bukhari No 4750, HR Muslim No 2770)

Mandi dan Bercanda Bersama
Meskipun beliau sebagai seorang pemimpin yang super sibuk mengurus ummat, namun beliau tidak lupa untuk menjalin kemesraan dengan istri-istrinya. Beliau tak segan-segan untuk mandi bersama dengan istri beliau.

Dalam sebuah riwayat, mandi bersama dengan Siti ‘Aisyah radhiyallahu anha dalam satu kamar mandi dengan bak yang sama.

Dari 'Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah mandi dari jinabat bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan satu tempat air, tangan kami selalu bergantian mengambil air.” (HR Mutafaqun ‘alaih).

Dalam riwayat Ibnu Hibban menambahkan, “Dan tangan kami bersentuhan”.

Rasulullah mengajarkan kepada kita, mandi bersama istri bukanlah suatu hal yang tercela. Jika hal ini dianggap tercela, tentulah beliau Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan melakukannya.

Rasulullah juga sangat mengerti perasaan istri-istrinya dan tau cara menyenangkan dan memberi kasih sayang. Rasulullah, sering tidur di pangkuan Siti ‘Aisyah, meski istrinya sedang haids.

Keromantisan dan Kelembutan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah seorang lelaki sebagaimana lelaki lainnya, namun bagi para ummahatul mukminin , beliau bukan sekedar suami yang biasa. Beliau adalah suami yang romantis dengan segenap arti yang bisa diwakili oleh kata romantis. Diriwayatkan dari Umarah, ia berkata : Saya bertanya kepada Aisyah ra : “ Bagaimana keadaan Rasulullah bila berduaan dengan isri-istrinya ? “ Jawabnya : “ Dia adalah seorang lelaki seperti lelaki yang lainnya. Tetapi bedanya beliau seorang yang paling mulia, paling lemah lembut, serta senang tertawa dan tersenyum “ (HR Ibnu Asakir & Ishaq ).

 LAYANI DENGAN PENUH CINTA

Seperti dinyatakan Aisyah Radhiyallahu Anha, ketika ditanya apa saja yang dilakukan Nabi ketika berada di rumahnya, Aisyah menjawab, “Ia melayani keluarganya”. (HR Tirmidzi)

MANDI BERDUA DENGAN AIR CINTA

Aisyah berkata, “Adalah aku pernah mandi bersama Rasulullah dari satu bejana aku dan beliau. Kemudian beliau mendahuluiku hingga aku mengatakan, “Tinggalkan untukku, tinggalkan untukku.” Aisyah berkata, ‘Dan keduanya dalam keadaan junub,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Romantisme dalam Islam

Ada pertanyaan menarik: adakah romantisme dalam Islam?
Jika setiap manusia harus romantis, atau pernah mengalami pengalaman-pengalaman cinta yang romantik; tentu tidak semua orang mengalami kenyataan seperti itu. Tetapi jika Islam dianggap bersikap kaku, tidak endah, serba kaku dan mekanik, tidak memberi tempat bagi tumbuhnya pengalaman-pengalaman romantik; hal itu juga tidak benar.

Sebagian dari pengalaman cinta Rasulullah Saw bernilai romantik. Misalnya, perjalanan cinta Bunda Khadijah Ra sehingga beliau menikah dengan pemuda Muhammad (Saw); ini adalah kisah romantik. Hal itu bermula dari sifat-sifat mulia Bunda Khadijah yang terkenal di kalangan penduduk Makkah; begitu juga dengan sifat dan nama baik Muhammad yang tersohor ketika itu. Sejak awal, Khadijah telah memberikan perhatian kepada pemuda ini. Lewat interaksi dagang, Khadijah memerintahkan pembantunya, Maisyarah, untuk meneliti gerak-gerik pemuda Muhammad. Hingga ujung cerita, Khadijah mengutarakan ketertarikan hatinya kepada Muhammad; tentu saja melalui perantara orang-orang terpercaya. Gayung pun bersambut, pemuda Muhammad, menyambut gembira ajakan Khadijah untuk bertemu di pelaminan (menikah).
Romantisme: Terimalah Jika Ada; Jangan Memaksakan, Bila Tiada.

Romantisme: Terimalah Jika Ada; Jangan Memaksakan, Bila Tiada.

Tidak semua riwayat pernikahan Nabi Saw bernilai romantik; karena memang hal itu tidak bisa dipaksakan, atau sengaja diciptakan (seperti dalam kisah-kisah sinetron). Kisah pernikahan beliau dengan Zainab binti Jahsyi Ra juga memiliki setting romantik. Singkat kata, putra angkat beliau, Zaid bin Haritsah Ra telah lebih dulu menikah dengan Zainab. Tetapi pernikahannya tidak bahagia, karena Zainab merasa terpaksa dan merasa memiliki level sosial lebih baik. Berulang-ulang Zaid memohon izin kepada Nabi untuk menceraikan isterinya, tetapi Nabi senantiasa mencegah. Hingga akhirnya momen itu tiba, Zaid diperkenankan menceraikan istrinya, lalu dia dinikahkan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi, langsung dari atas langit ketujuh.